Asia Lebih Berpihak ke China Ketimbang Amerika?

Posted by Unknown on December 15, 2012

Share on :

Sengketa perairan antara China dengan beberapa negara anggota ASEAN sering menyebabkan ketegangan di kawasan. Sengketa ini juga yang menyeret Amerika Serikat untuk ikut andil mendukung sekutu dan kepentingannya di Asia.
Sebelumnya awal tahun ini, Presiden Barack Obama mengatakan bahwa fokus militer mereka sekarang berpaling ke Asia. Banyak yang mengatakan bahwa ini adalah cara AS untuk menyaingi pengaruh China di kawasan, sekaligus melindungi para sekutunya.
Namun, walaupun sering terlibat cekcok, ASEAN masih lebih memihak China ketimbang Amerika. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa KTT ASEAN yang sempat mandek lantaran Kamboja sebagai ketua menolak menjadikan isu Laut China Selatan sebagai masalah internasional.
Hal ini disampaikan oleh Dekan S Rajaratnam School of International Studies, Singapura, Barry Desker, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat 14 Desember 2012. Dia mengatakan, negara-negara yang berbagi perbatasan dengan China, seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand, cenderung condong ke China daripada AS.
"Walaupun Thailand punya kesepakatan kerja sama dengan Amerika Serikat, namun dalam hal politik, Thailand mulai berpihak dengan China," kata pria yang pernah menjadi Duta Besar Singapura untuk Jakarta, 1986-1993.
Dengan lima negara ASEAN yang disebutkan di atas, China sebenarnya juga punya sengketa perbatasan darat. Namun seluruh sengketa tersebut berhasil diselesaikan. Dalam hal ini, kata Desker, China seringkali mengalah dan lebih menguntungkan para negara yang terlibat sengketa.
Konflik di perairan, lanjutnya, adalah ronde baru bagi China. Sebelumnya, China menjauhi konflik di wilayah ini, karena berdasarkan perspektif Tiongkok, mereka harus maju ke arah barat. Barulah di abad 21, China melirik perbatasan maritim mereka.
"Karena di abad 21, China berkembang dan akan lebih kompetitif dan kooperatif dibanding AS sekarang. Untuk menjadi dominant power, China dipaksa menuju laut," ujarnya.
China memperebutkan Laut China Selatan dengan empat negara ASEAN, yaitu Brunei, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Setelah KTT ASEAN lalu berlangsung mandek, Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa langsung melakukan shuttle diplomacy untuk menyatukan suara ASEAN dan mencegah perpecahan.
Akhirnya, dicapai enam poin soal sikap ASEAN terhadap China yang mendukung kerangka Code of Conduct (DoC). Menurut Desker, dalam kepemimpinan Brunei tahun depan, ASEAN tetap akan menghargai DoC walaupun Brunei adalah salah satu negara pengklaim.
"Walaupun salah satu negara pengklaim, namun Brunei tetap akan memastikan tradisi ASEAN yaitu keadilan dan keterbukaan tetap terjaga. Saya tidak melihat akan ada kesulitan dalam kepemimpinan Brunei," kata Desker. (vivanews/15/12/12)



Sumber CoPas :


Semoga Bermanfaat
Ulletea

{ 0 comments... read them below or add one }

Post a Comment

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan dihapus atau terajring secara otomatis oleh spam filter